قَالَ ماَ لِكُ بْنُ الْحُوَيْرِ قَالَ لَنَ رسول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَعَلِّمُوهُمْ.
(صحيح البخاري)
Berkata Malik bin Alhuwairits, bersabda pada kami Rasulullah SAW :”Kembalilah pada keluarga kalian, dan ajarilah mereka (Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha Menerangi jiwa hamba-hambaNya sehingga bersih dari penyakit-penyakit hati. Betapa banyak manusia yang memperhatikan penyakit-penyakit yang zhahir dan senantiasa berusaha mengobatinya sehingga sembuh dari penyakit tersebut, dan tanpa disadari jiwa atau hatinya barangkali penuh dengan penyakit yang sangat berbahaya, dimana penyakit tersebut dapat mengikis amal-amal baik yang ia kerjakan dalam kehidupannya, dan jika hal ini terjadi maka seseorang telah dan akan berada dalam kerugian yang kekal. Maka senantiasa kita memohon kepada Allah Yang Maha menyembuhkan segala penyakit yang zhahir dan yang bathin agar menyembuhkan penyakit-penyakit itu dari diri kita. Sungguh Allah Maha Melihat kita semua yang hadir di malam hari ini sebagai tamu-tamuNya, kita ketahui bahwa selayaknyalah tamu-tamu itu dimuliakan, dan Dialah (Allah) subhanahu wata’ala Maha Mampu memuliakan para tamuNya. Ya Allah pandanglah kami semua yang hadir di malam hari ini, dan lihatlah penyakit-penyakit kami yang zhahir dan yang bathin (hati), lalu sembuhkan dan sucikanlah dengan sesuci-sucinya sebab kesucian hanyalah datang dariMu dengan kehendakMu. Maka beruntunglah lisan yang senantiasa mensucikan nama Allah, beruntunglah sanubari yang senantiasa mensucikan Allah. Allah subhanahu wata’ala Maha Suci dan tidak butuh disucikan oleh makhluk-makhlukNya, namun ketika hamba mensucikan dan mengagungkan nama Allah, maka Allah subhanahu wata’ala akan mengembalikan kepadanya berupa kesucian jiwa dan kesucian dalam kehidupannya di dunia, di barzakh dan di akhirat. Semakin seorang hamba mengagungkanNya maka Allah subhanahu wata’ala juga semakin melimpahkan kemuliaan dan keluhuruan kepadanya. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits qudsi, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada malaikat Jibril As akan kemuliaan orang-orang yang bersujud kepada Allah subhanahu wata’ala, maka malaikat Jibril berkata bahwa ketika seorang hamba dalam sujudnya mengucapkan “Subhaana Rabbii Al a’laa wabihamdihi”, maka Allah subhanahu wata’ala menjawab:
صَدَقَ عَبْدِي أَنَا فَوْق كُلّ شَيْء وَلَيْسَ فَوْقِي شَيْء اِشْهَدُوا يَا مَلَائِكَتِي أَنِّي قَدْ غَفَرْت لَهُ
“ Benar (perkataan) hambaKu, Aku Maha Luhur dari segala sesuatu, dan tiada sesuatu pun yang menandingi keluhuranKu, saksikanlah wahai para malaikatKu sesungguhnya Aku telah mengampuninya”
Maka disunnahkan untuk mengulang ucapan “Subhaana Rabbii Al a’laa wabihamdihi”, sebanyak tiga kali, karena dengan satu kalimat agung tersebut Allah subhanahu wata’ala menjawab dengan kalimat yang lebih agung, yaitu pengampunan yang diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala dan hal itu disaksikan oleh malaikatNya. Demikian agungnya rahasia satu kalimat ringkas yang keluar dari lidah yang digerakkan oleh sanubari untuk mengagungkan dan mensucikan nama Allah subhanahu wata’ala. Dan lebih mulia lagi jika dalam sujud tersebut disertai juga hati yang juga bersujud, dimana makna sujud adalah “ tadzallul wa al inhinaa” merendahkan diri dihadapan Allah subhanahu wata’ala. Sungguh luas pengampunan Allah subhanahu wata’la dan rahmatNya sampai kepada segala sesuatu, dan kita semua termasuk di dalamnya yang mendapatkan kasih sayang dan kelembutan Allah subhanahu wata’ala. Syaikh Ibrahim Al khawwash dalam kitab Ihyaa ‘Ulumuddin, sambil memegang dadanya ia sering berkata :
وَاشَوْقَاهُ لِمَنْ يَرَانِيْ وَلاَ أَرَاهُ
“ Betapa rindunya aku kepada Yang melihatku sedangkan aku tidak melihatNya”
Seindah-indah kehidupan adalah kehidupan hamba yang merindukan tuhan penciptanya Allah subhanahu wata’ala, mengagungkanNya, memuliakanNya, dan mensucikanNya serta mengikuti tuntunan sang pembawa tuntunan kesucian, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Hadits yang kita teriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari, dimana dua orang remaja mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Madinah Al Munawwarah dan belajar kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga setelah 20 hari mereka belajar tentang Islam dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ketika itu mereka mulai teringat kepada keluarga dan merindukan mereka, serta ingin segera pulang dan kembali kepada mereka. Dan mereka mendapati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat ramah dan berkasih sayang kepada mereka dan menanyakan keadaan keluarga mereka, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “ Kembalilah kepada keluarga kalian dan ajarilah mereka”. Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meneruskan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam : “Dan perintahkan mereka untuk melakukan shalat, dan shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku melakukan shalat” . Telah kita dengar sedikit tentang rahasia shalat, yaitu satu kalimat agung yang diucapkan di saat sujud memiliki kemuliaan yang sangat besar, terlebih lagi jika kalimat tersebut diucapkan berulang-ulang. Rahasia keluhuran Allah subhanahu wata’ala sampai kepada ummat ini, dari generasi ke generasi dan masa ke masa dan kita termuliakan sebagai ummat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana mereka telah mendapatkan satu instruksi agung dari Allah subhanahu wata’ala untuk medapatkan keagungan yang diwariskan dari makhluk yang paling agung, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang telah bersabda :
بَلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ آيَةً
“ Sampaikan (ilmu) dariku walaupun hanya satu ayat”
Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany menjelaskan bahwa yang dimaksud bukan hanya satu ayat Al qur’an, namun termasuk juga walaupun satu kalimat dari ilmu-ilmu syariat Islam yang diajarakan oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalimat tersebut terbilang sangat singkta, namun demikian hal itu menjadikan kita semua orang yang diberi amanah oleh sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mengemban kemuliaan tuntunan dan tanggung jawab sang nabi shallallahu ‘alaihi wasallam serta mewakili Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyampaikan tuntunan-tuntunan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam di masa kehidupan kita, yang kita warisi dari guru-guru kita hingga sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini menunjukkan bahwa tugas agung itu diemban oleh semua ummat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, untuk disampaikan kepada semua manusia baik yang beriman atau yang belum beriman. Maka beruntunglah orang-orang yang mengajari orang lain, baik yang menjadi tanggung jawabnya seperti istri, anak-anak dan keluarganya, atau orang lain yang merupakan teman atau tetangga dan lainnya. Hadits yang kita baca diatas disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada 2 remaja yang mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun hadits tersebut juga ditujukan kepada semua ummat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam hingga sampai kepada kita di malam hari ini, maka bawalah amanah sang nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini untuk kita sampaikan dan ajarkan kepada keluarga dan orang-orang sekitar kita, tuntunan yang multi sempurna yang ada sejak manusia pertama yang hidup di bumi hingga yang terakhir hidup di muka bumi ini, yaitu tuntunan yang dibawa oleh sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, makhluk yang paling indah dan paling dicintai Allah subhanahu wata’ala serta paling dimuliakan di alam semesta ini. Diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari :
لَقَدْ كُنَّا نَسْمَعُ تَسْبِيحَ الطَّعَامِ وَهُوَ يُؤْكَلُ
“ Sungguh kami mendengar makanan bertasbih ketika dimakan (oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”
Allah subhanahu wata’ala memperdengarkan para sahabat suara tasbih makanan, yang menunjukkan bahwa makanan itu memuliakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Diriwayatkan juga dalam Shahih Al Bukhari bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat sebagian sahabat belum merapikan shaf (barisan) shalat, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
هَلْ تَرَوْنَ قِبْلَتِيْ هَاهُنَا؟ فَوَ اللهِ لَا يَخْفَى عَلَيََّ رُكُوْعَكُمْ وَلَا سُجُوْدَكُمْ إِنِّي لَأَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِيْ.
“ Apakah kalian melihat kemana arah kiblatku?, demi Allah tidak tersembunyi dariku ruku’ dan sujud kalian, sungguh aku melihat kalian dari belakang punggungku”
Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani di dalam Fath Al Bari bisyarh Shahih Al Bukhari menjelaskan makna hadits ini, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diberi kekuatan oleh Allah subhanahu wata’ala untuk melihat hal-hal yang tidak terlihat oleh mata, sehingga pandangan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak hanya mampu melihat hal-hal yang berada di hadapannya saja, akan tetapi hal-hal yang berada dibelakang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, bahkan kekhusyua’an dalam hati para sahabat pun terlihat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita jika dalam shalat fikiran atau pandang kita melirik ke kiri atau ke kanan maka jauhlah kita dari khusyu’ dalam shalat, akan tetapi berbeda dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dimana beliau mengetahui keadaan orang yang shalat di belakang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, namun beliau tetap berada pada puncak kekhusyu’an, sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah makhluk yang paling khusyu’ diantara semua makhluk. Demikianlah dalamnya rahasia keluhuran tarbiyah sang nabi yang diberikan oleh Allah kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga beliau dapat melihat kekhusyu’an para sahabat dalam shalat mereka, dan menuntun mereka untuk berada dalam khusyu’ ketika melakukan shalat.
Demikian rahasia kemuliaan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan hal ini terwariskan dari zaman ke zaman, sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
اِتَّقُوْا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ فَإِنَّهُ يَنْظُرُ بِنُوْرِ اللهِ
“Takutlah (hati- hatilah) terhadap firasat orang yang beriman, sesungguhnya dia melihat dengan cahaya Allah”.
Disebutkan di dalam kitab sirah dimana ketika sayyidina Utsman bin Affan Ra didatangi oleh beberapa tamu, maka beliau berkata : “ Salah satu diantara kalian pandangannya telah melakukan zina”, maka diantara para sahabat berkata : “Apakah turun wahyu dari Allah subhanahu wata’ala setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga engkau mengetahui hal-hal yang telah kami lakukan!?’, maka sayyidina Utsman berkata : “ Tidak, bukanlah wahyu akan tetapi hanya firasat, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
اِتَّقُوْا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ فَإِنَّهُ يَنْظُرُ بِنُوْرِ اللهِ
“Takutlah (hati- hatilah) terhadap firasat orang yang beriman, sesungguhnya dia melihat dengan cahaya Allah”.
Sebagaimana juga teriwayatkan ketika sayyidina Umar bin Khattab yang berada di atas mimbar dan menyampaikan khutbah Jum’ah, di pertengahan khutbah beliau berkata :
ياَ سَارِيَةُ الْجَبَلَ
“ Wahai Sariyah (naiklah) ke atas gunung”
Kemudian setelah beberapa lama, pulanglah seorang pemimpin perang yang telah diutus oleh sayyidina Umar bin Khattab ke suatu tempat, lalu ia berkata : “Ketika itu kami (kaum muslimin) berada dalam peperangan dan dalam keadaan yang sangat sulit dan terdesak, lalu ketika itu kami mendengar suara sayyidina Umar bin Khattab yang berkata : “Wahai Sariyah, naiklah ke atas gunung”, lalu kami naik ke atas gunung dan meneruskan peperangan sehingga kami pun mengalahkan musuh-musuh kami”. Padahal ketika itu sayyidina Umar sedang menyampaikan khutbah Jum’ah, namun firasat beliau mampu menembus tempat yang demikian jauh dari beliau radiyallahu ‘anhu, untuk menuntun orang-orang yang diutusnya dalam peperangan. Demikian juga sayyidina Abu Abu Bakr As Shiddiq yang melihat pohon-pohon dan bebatuan yang bersujud kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ketika sampai di Madinah beliau pun melihat seekor kambing yang bersujud kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian sayyidina Abu Bakr As Shiddiq merobohkan tubuhnya untuk bersujud namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menahannya dan berkata : “Janganlah engkau bersujud kepadaku”, maka sayyidina Abu Bakr As Shiddiq berkata : “ Wahai Rasulullah, kami ummatmu lebih berhak bersujud kepadamu daripada seekor kambing”, kemudian Rasulullah shallallau ‘alaihi wasallam bersabda : “ Tidak ada sujud dari manusia kecuali kepada Allah subhanahu wata’ala”. Begitu juga pengagungan dan luapan cinta sayyidina Abu Bakr As Shiddiq kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terlihat jelas dalam setiap kejadian, bahkan ketika beliau menjadi imam dalam shalat, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang maka beliau pun mundur agar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maju menggantikannya sebagai imam. Dan ketika Fath Makkah Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam bersabda : “ Wahai Abu Bakr, bergembiralah karena ayahmu telah masuk Islam”, maka sayyidina Abu Bakr As Shiddiq pun tersenyum, kemudian kembali menundukkan kepalanya dan mengalirkan air mata, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berakata : “ Wahai Abu Bakr, apa yang telah membuatmu menangis?”, kemudian beliau berkata : “Wahai Rasulullah, aku gembira ketika ayahku masuk Islam, namun ketika aku ingat bahwa ada pamanmu yang telah meninggal dan belum masuk Islam, sungguh jika engkau mengabarkan tentang keislaman pamanmu hal itu lebih membuatku bahagia, karena hal itu lebih membuatmu gembira”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menangis dan memeluk sayyidina Abu Bakr dan berkata : “Rahimakallah ya Abaa Bakr : Allah melimpahkan kepadamu kasih sayang”. Demikian besarnya cinta para sahabat kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tuntunan keluhuran telah sampai kepada kita, yaitu untuk menyampaikan dan mengajarkan kepada siapa saja yang dapat kita sampaikan dari kemuliaan, kasih sayang, pengampunan yang ditawarkan Allah subhanahu wata’ala kepada hamba-hambaNya.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Beberapa hari lagi adalah kedatangan guru mulia kita Al Musnid Al Arif billah Al Habib Umar bin Salim bin Hafizh, namun hal yang perlu saya sampaikan bahwa acara khutbah Jum’at di Istiqlah dibatalkan, karena kedatangan beliau diundur hingga hari Jum’at atau Sabtu akan tiba di Jakarta. Dan acara rauhah malam Ahad berada di gedung Dalail Al Khairat Komplek Hankam Cidodol setelah shalat Maghrib hingga Isya’, maka bagi jamaah yang punya waktu dan kesempatan bisa hadir untuk shalat jamaah bersama beliau, bermakmum kepada orang yang mulia, yang mana dengan memandang wajahnya seseorang akan menjadi semakin dekat kepada Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
أَلَا أُخْبِركُمْ بِخِيَارِكُمْ ؟ قَالُوا بَلَى يَا رَسُول اللَّه قَالَ : الَّذِينَ إِذَا رُءُوا ذُكِرَ اللَّه عَزَّ وَجَلَّ
“ Maukah kalian kuberitahu orang yang terbaik diantara kalian?, mereka menjawab : tentu wahai Rasulullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “mereka adalah orang-orang yang jika kalian melihatnya, mereka berdzikir kepada Allah ‘azza wajalla”
Orang-orang yang siang dan malamnya dilewati dalam khusyu’ kepada Allah subhanahu wata’ala. Guru mulia Al Habib Umar, semakin bertambahnya usia beliau semakin beliau memperbanyak ibadahnya, dan semakin memperbanyak khidmahnya kepada Allah dan RasulNya. Berita yang sampai kepada saya bahwa sejak beberapa bulan yang lalu beliau mengkhatamkan Al qur’an 2 kali di malam hari dan 2 kali di siang hari. Dimana mulai dari jam 02.30 beliau keluar dari rumahnya ke Darul Musthafa dan duduk bersama murid-muridnya yang hafal Al Qur’an untuk membaca Al Qur’an hingga waktu subuh, kemudian beliau melanjutkan ta’lim setelah subuh hingga waktu Isyraq, demikian sekilas dari perjuangan beliau dalam melewati hari-hari dalam kehidupan ini. Dan semoga Allah subhanahu wata’ala memperbanyak guru-guru yang bisa menjadi panutan ummat seperti beliau, untuk menuntun ummat agar lebih mengenal Allah subhanahu wata’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian hari Ahad tanggal 2 Desember 2012 jam 08.00 adalah Haul Al Imam Fakhrul Wujud, dan hari Senin malam tanggal 3 Desember 2012 acara bersama Majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Monas, semoga semua rangkaian acara ini sukses, dilimpahi keberkahan dan keluhuran oleh Allah subhanahu wata’ala zhahir dan bathin, dilimpahi kemudahan bagi kita zhahir dan bathin untuk melewati kehidupan di dunia yang fana ini menuju pada kehidupan yang kekal dan abadi. Dan semoga Allah subhanahu wata’ala segera menggantikan hujan musibah dengan hujan rahmat, khususnya di kota Jakarta ini yang beberapa hari ini dilanda hujan deras, maka limpahkanlah rahmat dan perlindungan dari segala musibah, dan juga bagi seluruh wilayah muslimin di Barat dan Timur. Dan semoga Allah subhanahu wata’ala melimpahkan hujan rahmat, hujan hidayah, dan pengampunan, dan semoga kita semua termuliakan dalam acara-acara yang luhur dalam kemulian serta keberkahan yang berkesinambungan hingga membuka ribuan pintu kemudahan zhahir dan bathin di dunia dan akhirat.
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama
َياالله...يَاالله... ياَالله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.