Dalam artikel ini Insya Allah saya akan terus meluncurkan
riwayat-riwayat mengenai Sang Nabi saw, untuk menambah pengetahuan para
pengunjung website ini dan menambah kecintaan kita kepada beliau saw,
Perlu kita fahami bahwa wajah Sang Idola saw adalah wajah yang dipenuhi
cahaya kelembutan dan kasih sayang, karena beliau adalah pembawa Rahmat
bagi sekalian alam, maka wajah beliau penuh kasih sayang, demikian pula
ucapan beliau saw, perangai, tingkah laku, dan bahkan bimbingan beliau
saw pun penuh dengan kasih sayang Allah swt.
Dilengkapi penjelasan mengenai Tabarruk dan Istighatsah
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra bahwa : "Rasulullah saw bila
selesai shalat subuh, datanglah beberapa Khadim (ajudan/pembantu)
Madinah dengan Bejana-bejana mereka yang berisi air, maka setiap kali
datang kepada Rasul saw setiap bejana itu, maka Rasul saw menenggelamkan
tangannya pada bejana tersebut, dan sering pula hal itu terjadi di
musim dingin, maka Rasul saw tetap memasukkan jarinya pada bejana-bejana
itu" (Shahih Muslim Bab : keakraban Rasul saw dan Tabarruk sahabat
pada beliau saw/ hadits no.2324).
Dari Anas ra : "Kulihat Rasulullah saw dan pencukur rambut sedang mencukur rambut beliau saw, dan para sahabat mengelilingi beliau saw, maka tak ada rambut yang terjatuh terkecuali sudah didahului tangan mereka untuk mengambilnya" (Shahih Muslim Bab : keakraban Rasul saw dan Tabarruk sahabat pada beliau saw/ hadits no.2325).
Dari Anas ra : "Ummu sulaim ra mengambil keringat Rasul saw yang
mengalir dengan handuk kulit dan memerasnya hingga mengalir disebuah
mangkuk ketika beliau saw sedang tidur, maka Rasul saw terbangun dan
berkata : "apa yang kau perbuat wahai Ummu Sulaim?", maka Ummu Sulaim
menjawab : "Kami ingin mengambil berkah untuk anak-anak kami Wahai
Rasulullah..", maka Rasul saw menjawab : "kau sudah mendapatkannya".
(Shahih Muslim Bab : "Wanginya keringat Nabi saw dan Tabarruk
dengannya", hadits no.2331 dan 2332).
Diriwayatkan oleh Abi Jahiifah dari ayahnya, bahwa para sahabat
berebutan air bekas wudhu Rasul saw, mereka yang tak mendapatkannya maka
mereka mengusap dari basahan tubuh sahabat lainnya yang sudah terkena
bekas air wudhu Rasul saw (Shahih Bukhari hadits no.369, demikian juga
pada Shahih Bukhari hadits no.5521, dan pada Shahih Muslim hadits no.503
dengan riwayat yang banyak).
Mengenai Tabarruk ini, sudah jelas dan tidak bisa dipungkiri lagi
bahwa Rasul saw tak pernah melarangnya, apalagi mengatakan musyrik
kepada yang melakukannya, bahkan para sahabat Radhiyallahu'anhum
bertabarruk (mengambil berkah) dari Rasul saw, mengambil berkah ini pada
dasarnya bukan menyembah, sebagaimana dituduhkan sebagian saudara kita
muslimin, tapi merupakan Luapan kecintaan semata terhadap Rasul saw dan
itu semua merupakan hal yang lumrah, sebagaimana kita membedakan air
zam-zam dengan air lainnya, mengapa?, bukankah itu sama saja dengan
Tabarruk dengan air yang muncul di perut bumi?, air zam-zam itu muncul
dari sejak Bunda Nabiyallah Ismail as dikunjungi Jibril as.
Riwayat-riwayat diatas adalah dalil jelas bahwa Tabarruk tidak
dilarang oleh Rasul saw bahkan sunnah.., bila ada sekelompok orang yang
mengatakan Tabarruk itu hanya pada Rasul saw maka bagaimana Rasul saw
mengusap Hajarul aswad..?, bagaimana dengan air zam-zam yang
diperebutkan muslimin dan dianggap berkhasiat ini dan itu, Demi Allah
belum pernah teriwayatkan para sahabat berebutan air zam-zam, mereka
memang minum air zam-zam, tapi mereka berebutan air wudhu bekas Rasul
saw.., dan rambut beliau saw, bahkan keringat beliau saw.., inilah
luapan Mahabbah, pantas dan wajar saja bila seorang kekasih menyimpan
baju kekasihnya misalnya, baju usang tak berarti itu sangat berarti bagi
sang kekasih, maka istilah "dikeramatkan" dan lain sebagainya itu pada
hakikatnya adalah luapan Mahabbah pada orang-orang shalih dan mulia,
sebagaimana para sahabat bertabarruk dengan Rasul saw karena luapan
Mahabbah (kecintaan) mereka pada Nabi saw, bukan karena ia Muhammad bin
Abdillah, tapi karena beliau adalah Utusan Allah yang mengenalkan mereka
kepada Hidayah dan kemuliaan, demikian pula hingga kini orang-orang
muslim bertabarruk karena luapan cinta mereka pada gurunya yang bernama
Kyai fulan misalnya, atau habib fulan, atau orang shalih misalnya,
semata mata bukan memuliakan diri si Kyai atau habib atau guru atau si
shalih, tapi semua itu disebabkan ia adalah orang yang membimbing mereka
pada Keridhoan Allah, atau karena mereka orang yang shalih dan banyak
ibadah kepada Allah, kalau mereka tak shalih (fasiq) niscaya tak akan
ada yang mau bertabarruk padanya, maka puncak asal muasal Tabarruk
adalah Kemuliaan Allah yang telah memilih hamba Nya fulan menjadi Guru
atau Kyai atau Orang shalih, karena ini semua dengan Izin Allah,
sebagaimana firman Nya : "Sungguh Allah memberi hidayah kepada siapa
yang dikehendaki Nya", dan ayat Lain : "Tidaklah kalian memiliki
keinginan (utk beristiqomah) kecuali telah dikehendaki Allah Rabbul
'Alamien". (QS Al Kuwwirat).
Nah.. dari Kehendak Allah yang menentukan hamba ini dimuliakan maka
kita memuliakannya sebagaimana Allah memuliakannya, demikian para
sahabat terhadap Rasul saw, ah.. ternyata para sahabat benar-benar asyik
dengan idolanya, Idola termulia dari semua Idola sepanjang masa usia
Bumi.., kita tercengang-cengang dengan betapa besarnya luapan cinta para
sahabat pada Sang Nabi saw, dan ternyata Rasul saw pun memberi
kesempatan pada para pecintanya untuk bertabarruk dengan air wudhu
beliau saw, dengan keringat beliau saw, dan lainnya sesekali bukan
karena beliau saw menghendakinya, namun dari keluasan hati beliau saw
yang memahami luapan cinta para sahabat beliau saw, bila hal ini mungkar
maka pastilah beliau melarangnya, dan bila hal ini dikhususkan pada
Rasul saw maka beliau saw akan menjelaskannya bahwa ini hanya kekhususan
bagi beliau saw sebagai Rasul saw dan tak boleh diikuti oleh selain
beliau saw.
Mengenai Istighatsah, yaitu memanggil manusia untuk minta
pertolongan, maka hal ini telah diceritakan oleh beliau saw bahwa kelak
semua manusia ber Istighatsah kepada Adam as, lalu kepada Musa, lalu
kepada Muhammad saw.., demikian dijelaskan dalam Shahih Bukhari hadits
no.1405, mengenai pendapat yang mengatakan bahwa Istighatsah harus
kepada orang yang dihadapannya maka pendapat ini tidak beralasan, karena
perbedaan jarak tak bisa menghalangi kemuliaan seseorang di sisi Allah
swt, saya bisa saja meminta pertolongan pada teman saya diluar negeri,
atau minta bantuan pada seorang berkuasa di negeri seberang yang tak
saya kenali misalnya, lewat email atau surat atau lainnya, ini sudah
terjadi di masa kini, yaitu hubungan antar negara, maka mustahilkah
Allah menghubungkan hamba Nya yang masih hidup dengan yang sudah wafat?,
bukankah diwajibkan bagi kita menyolati mayyit dan mendoakannya dengan
Doa "Wahai Allah ampunilah dia, maafkanlah dia, muliakanlah
kewafatannya, luaskanlah kuburnya, dst didalam shalat janazah?, bukankah
hadits shahih muslim dan Bukhari menjelaskan bahwa orang mati tersiksa
di alam kubur karena jeritan orang yang menangisinya?, bukankah ini
menunjukkan ada hubungan antara yang hidup dan yang mati?, bukankah
Rasul saw mengatakan bahwa diperbolehkannya mengirim amal untuk orang
yang sudah wafat? (saebagaimana diriwayatkan dalam shahih Muslim),
bukankah Allah mengajari kita doa "Wahai Allah Ampunilah kami dan orang
orang yang telah mendahului kami dalam beriman..?".
Yang jelas, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Istighatsah diatas,
bahwa aku dan kalian dan seluruh manusia kelak di hari kiamat akan
melakukan Istighatsah.., yaitu kepada Adam as dan akhirnya kepada
Muhammad saw, mau tak mau, rela tak rela, apakah menganggapnya syirik
atau lainnya, namun Sayyidina Muhammad saw menjelaskan bahwa aku dan
kalian dan seluruh ummatnya kelak akan ber Istighatsah kepada beliau
saw.
Alangkah Indahnya sang Nabi mulia ini, dan selama kita mengakui bahwa
para sahabat adalah orang-orang yang menjadi panutan kita, maka
lihatlah kecintaan sahabat radhiyallahu'anhum pada beliau saw, bahkan
ketika beliau wafat.., apa yang diperbuat oleh Khalifah kita Sayyidina
Abubakar Asshiddiq ra?, beliau menyingkap kain penutup wajah Rasulullah
saw lalu memeluk Jenazah beliau saw dan menciuminya seraya menangis dan
berkata lirih : "Demi ayahku, Engkau dan Ibuku, tak akan terjadi dua
kali kematian atasmu.. (maksudnya engkau tak akan merasakan sakitnya
kematian lagi setelah ini). Demikian diriwayatkan didalam Shahih Bukhari
(hadits no.4187).
Mengapa Abubakar Ashiddiq ra bersumpah dengan ayah ibunya dan Rasul
saw?, dan berkata kata kepada Jenazah yang sudah wafat?, mengapa pula ia
menangis dan menciumi jenazah itu?, mengapa menciumi jenazah orang yang
sudah wafat sambil menangis?, adakah kita menemukan jawaban lain selain
luapan kecintaannya pada Muhammad Rasulullah saw?, alangkah cintanya
Abubakar Asshiddiq ra kepada Rasul saw, bahkan setelah wafat pun
Abubakar Asshiddiq masih menciumi jenazah beliau saw, Alangkah cintanya
Umar bin Khattab kepada Rasul saw hingga ia awalnya tak mau menerima
kejadian wafatnya Rasul saw..?, tak percaya, dan mengingkari wafatnya
Rasul saw?, mengapa?, bodohkah ia?, adakah jawaban lain selain besarnya
kecintaan Umar bin Khattab ra pada Nabi saw?,
Wahai Allah Yang Maha Memenuhi sanubari para sahabat Nabi dengan
kecintaan dan Asyik rindu pada Nabi Mu Muhammad saw.. Jadikan sanubari
kami diterangi pula kecintaan pada Nabi Mu Muhammad saw, dan jadikanlah
sanubari kami beridolakan Nabi Muhammad saw.. amiin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar